Sultratoday.co.id.Sultra. – ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN ) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Koordinator Wilayah (Korwil) Sulawesi Tenggara (Sultra) Syahiruddin Latif menilai pengenaan sangsi pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang dilakukan Dinas Kepolisian Republik Indonesia (PolRI) kepada Irjen Pol F.S sangat Inprosedural. Hal tersebut diungkapkan saat diskusi bersama awak media, yang dilaksanakan disalah satu hotel dibilangan kota Kendari , Selasa, (13/ 9).
Syahiruddin menggambar, bahwa berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2022, Sidang Kode Etik Profesi Polri dilaksanakan untuk memeriksa dan memutus perkara pelanggaran :
Kode Etik Polri, Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri, dan pasal 13 Peraturan Pemerintah 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.
Bahwa terkait dengan perkara pelanggaran yang diduga dilakukan Irjen Pol., F.S. yang mana dipersangkakan melanggar Kode Etik dan Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf a tentang Pemberhentian Anggota Polri dijelaskan bahwa anggota Polri diberhentikan tidak dengan hormat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila dipidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas kepolisian negara republik indonesia, pemberhentian dilakukan setelah melalui sidang Kode Etik Profesi Polri.
Ia menambahkan , bahwa terjadi kekeliruan yang nyata, ketika persangkaan yang dibuat karena
pelanggar (Irjen Pol., F.S., dkk ) yang diduga melakukan tindak pidana dan juga
dituntut karena Pelanggar terbukti telah melakukan tindak pidana
” padahal sampai saat ini status Pelanggar masih status tersangka, pelanggaran pidananya belum diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap namun telah
direkomendasi dan diputus PTDH, yang dikuatkan dengan Putusan Banding dan
akhirnya final menjadi Surat Keputusan Presiden, ” ungkap Syahiruddin
Ia menilai pemberhentian ini bertentangan dengan Pasal 12 Ayat 1 PP RI No.1 Tahun 2003, seyogyanya Peraturan Kapolri khusus
terkait Pemberhentian Anggota Polri yang melakukan tindak pidana agar menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003.
Putusan Kode Etik Profesi Polri yang dibentuk oleh bapak Kapolri yang memutus Sanksi Administratif terhadap Irjen Pol. F.S. dan kawan-kawan yang tersangkut perkara pidana dalam perkara ini sangat berpotensi menjadi objek gugatan PTUN.
” Jika melihat perkara F.S yang mana dipersangkakan melanggar kode etik dan tentu melanggar pidana, sebagaimana yang dimaksud oleh pasal 12 ayat 1 huruf a, bahwa pemberian PTDH apabila dipidana penjara berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, ” ungkap pula.
” Artinya kalau masih diduga berarti tidak sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 1, dia harus dinyatakan dulu bersalah, Inkrah, baru kita bawa ke sidang kode etik, untuk diberhentikan , yah, ” ujarnya.